Penyadapan oleh aparat penegak hukum selalu menjadi isu yang memicu perdebatan publik. Baru-baru ini, terungkap bahwa Intelijen Kejaksaan Agung (Kejagung) memiliki akses untuk melakukan penyadapan terhadap nomor handphone yang menggunakan layanan dari empat operator seluler besar di Indonesia. Langkah ini dilakukan dalam rangka memperkuat proses penyidikan terhadap tindak pidana, seperti korupsi, narkotika, hingga pencucian uang.
Melansir kompas, berikut adalah empat operator telekomunikasi yang teken nota kesepakatan bersama Kejagung:
- Telkomsel
- Indosat Ooredoo Hutchison
- XL Axiata
- Smartfren
Kerja sama ini dilakukan melalui MoU dengan bidang Intelijen Kejaksaan Agung. Tujuan utamanya adalah mendukung penyidikan dengan cara memberikan akses teknis terhadap nomor-nomor yang menjadi objek penyelidikan hukum.
Namun, pertanyaan besar pun muncul: Bagaimana dasar hukum dari penyadapan ini? Apakah hak privasi masyarakat tetap dilindungi? Dan bagaimana perbandingannya dengan regulasi serupa di negara lain seperti Amerika Serikat
Dasar Hukum Penyadapan
Penyadapan oleh lembaga hukum di Indonesia tidak bisa dilakukan sembarangan. Tindakan ini harus memiliki dasar hukum yang kuat, antara lain:
- UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP): Menyebutkan penyadapan sebagai bagian dari upaya penyidikan, meski belum secara eksplisit diatur secara rinci.
- UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) jo. UU No. 19 Tahun 2016: Menyatakan bahwa intersepsi atau penyadapan hanya dapat dilakukan oleh aparat penegak hukum atas izin pengadilan.
- UU No. 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara: Menegaskan bahwa penyadapan oleh badan intelijen harus bertujuan untuk menjaga keamanan nasional.
- Putusan MK No. 5/PUU-VIII/2010: Menyatakan bahwa tindakan penyadapan tanpa izin pengadilan melanggar hak konstitusional warga negara, dan karenanya harus mendapat persetujuan lembaga peradilan.
Dengan demikian, meskipun Kejaksaan Agung memiliki wewenang untuk melakukan penyadapan dalam proses penyidikan, hal tersebut wajib dilakukan melalui jalur hukum yang sah termasuk mendapatkan izin dari pengadilan.
Peran Bidang Intelijen Kejaksaan Agung
Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia Pasal 30 B, Bidang Intelijen Kejagung bertugas melakukan penyelidikan dan pengamanan terhadap berbagai tindak pidana berat. Penyadapan digunakan sebagai alat untuk:
- Mengumpulkan alat bukti elektronik
- Melacak komunikasi tersangka
- Mendukung proses pengamanan terhadap kebocoran informasi penyidikan
Namun, pelaksanaan penyadapan ini harus melalui serangkaian tahapan formal agar tidak disalahgunakan, termasuk pengajuan surat permohonan ke pengadilan negeri setempat dan pencatatan administratif.
Risiko dan Tantangan
Meskipun bertujuan untuk mendukung keadilan, penyadapan tetap menyisakan kekhawatiran terhadap:
- Pelanggaran privasi individu
- Penyalahgunaan wewenang oleh aparat
- Kurangnya transparansi dalam mekanisme penyadapan
Oleh karena itu, perlu kontrol hukum dan mekanisme pengawasan ketat oleh lembaga independen, seperti DPR, Komnas HAM, atau lembaga peradilan.
Perbandingan dengan Amerika Serikat: ECPA 1986
Di Amerika Serikat, praktik penyadapan diatur secara ketat oleh Electronic Communications Privacy Act (ECPA) tahun 1986. ECPA membagi penyadapan menjadi tiga kategori:
- Wiretap Act – Melarang penyadapan komunikasi secara real-time tanpa surat perintah.
- Stored Communications Act (SCA) – Mengatur akses terhadap komunikasi elektronik yang tersimpan.
- Pen Register Act – Mengatur perekaman data metadata seperti durasi dan nomor yang dihubungi.
Beberapa poin penting dalam ECPA:
- Penyadapan harus disetujui oleh hakim federal.
- Penegak hukum harus menunjukkan alasan yang kuat dan spesifik bahwa penyadapan dibutuhkan untuk penegakan hukum.
- Proses audit dan pengawasan independen dilakukan secara berkala.
Jika dibandingkan dengan Indonesia:
Aspek | Indonesia (Kejagung) | Amerika Serikat (ECPA) |
Dasar Hukum | KUHAP, UU ITE, UU Intelijen, Putusan MK | ECPA 1986 (Wiretap Act, SCA, Pen Register Act) |
Persetujuan Penyadapan | Wajib izin pengadilan (pasca Putusan MK) | Wajib surat perintah dari pengadilan federal |
Pengawasan | Belum optimal, tergantung instansi pemohon | Ada mekanisme audit dan oversight oleh otoritas |
Tujuan | Penegakan hukum, penyidikan pidana tertentu | Penegakan hukum, perlindungan informasi warga negara |
Dari tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa meskipun Indonesia telah memiliki kerangka hukum penyadapan, masih diperlukan peningkatan pada aspek transparansi, pengawasan, dan standarisasi pelaksanaan agar tidak melanggar hak asasi manusia.
Penyadapan oleh Kejaksaan Agung terhadap nomor handphone dari operator seluler besar memang sah menurut hukum, selama dilakukan dengan prosedur yang benar dan atas izin pengadilan. Namun, transparansi dan perlindungan privasi tetap harus menjadi perhatian utama. Dalam konteks global, regulasi seperti ECPA di Amerika Serikat dapat menjadi rujukan dalam menyusun standar etika dan hukum penyadapan di Indonesia.